Monday, July 25, 2016

Nunung Nurlaela, muslimah multi talenta

Kali pertama kami jumpa di rumah makan “Bumbu Desa”, perempuan manis berlesung pipit ini duduk di depan saya, sesekali ia menyusui buah hatinya. Saat itu kami tidak banyak ngobrol. Itulah moment pertama saya ikut kopdar sekaligus syawalan KEB Jogja. Ternyata kami satu komunitas pula di IIDN, klop deh. Hingga saat ini tak terhitung berapa kali kami telah merajut pertemuan demi pertemuan. Semakin lama saya mengenalnya semakin takjub padanya. Sejak lama saya menyukai dan terpesona dengan penampilannya, gamis anggunnya, khimar cantiknya. 


Sarah, Nurul, Nunung, Irul, Riri, Manda (foto hasil jepretan Manda)

Kami memanggilnya Mak Nunung, sesekali saya memanggilnya Ummu Haziq. Usia kami sepantaran, tapi jangan ditanya perbandingan jumlah anak. Yes, seorang Nunung Nurlaela telah dianugerahi lima anak, subhanallah. Tak terbayangkan dalam benak saya mengandung dan melahirkan berkali-kali. Dan selama mengandung, aktivitas Mak Nunung tidak terlampau berbeda dibandingkan kala tidak hamil. Kodrat seorang perempuan, Allah sematkan keperkasaan dan ketangguhan untuk hamil dan melahirkan.

Suatu ketika saya bertanya, “Mak Nunung telah lima kali melahirkan, apakah bagi Mak Nunung, hal ini berat?” Coba tebak apa jawaban Mak Nunung

“Berat dalam hal apa Mak? Kalau tentang kesiapan, yang ke lima ini sebenarnya saya enjoy Mak, walau ga siap 100% karena baru memulai karir sebagai dosen tetร p (dulu masih tidak tetap sampai saya lulus S2) baru mau merintis dan sudah sukses nyapih dan mengkondisikan Haziq, ternyata Allah kasih amanah lagi ke saya. Rasanya campur-campur. Antara senang dan khawatir. Tapi lebih banyak disyukuri karena memang target saya adalah punya anak 5”

Wow ternyata target memang 5 anak, pemirsah. Putri sulung Mak Nunung seumuran dengan Yazdan, anak semata wayang saya. Lima anak, dua perempuan dan tiga laki-laki, sungguh sempurna.

Saat ini aktivitas Mak Nunung mengajar di STEI Hamfara, profesi sebagai dosen membuat Mak Nunung fleksibel mengatur waktu, karena anak-anak yang sudah besar pun juga bersekolah.

Posisi saya sebagai ibu bekerja, yang mengabdikan waktu dari pagi hingga sore di kantor, praktis, membuat saya mempunyai penghasilan sendiri. Hal ini membuat saya ingin mendiskusikan tentang perlukah perempuan mandiri secara finansial. Kemudian Mak Nunung mengungkapkan pendapatnya

“Dalam Islam, seorang perempuan ketika sudah menikah, tugasnya adalah sebagai ummu wa rabbatul bait. Ibu, dan manajer rumah tangga. Nah, ketika dia mau bekerja, pastikan tugasnya tidak terabaikan.

Sejatinya perempuan itu hukumnya mubah jika bekerja. Nah tinggal dilihat mubahnya itu. Melalaikan atau tidak.

Perempuan itu sejatinya sangat dimuliakan. Ia tidak wajib bekerja. Suaminyalah yang mencukupi nafkahnya. Jika suami tidak mampu, walinya. Jika tak mampu juga, maka negaralah yang seharusnya mencukupinya. Begitu idealnya. Realitanya ya bisa kita lihat sendiri kan, Mak? Banyak suami yang lupa kewajibannya. Apalagi di zaman kapitalis ini, yang tolok ukurnya lebih ke materi. Jadi, ya tergantung sih, Mak. Kalau saya ya meski bisa menghasilkan uang, tetap merasa saya sudah ada yang nanggung nafkah. Dan berusaha tetap selaraskan semua kebutuhan”.

Pendapat Mak Nunung, membuat hati saya tenang. Toh, selama ini pun saya tenang menjadi ibu bekerja, semuanya dikembalikan kepada Allah, bahwasanya semua skenarioNya pasti yang terbaik. Namun, bagi Mak Nunung, awalnya sempat galau juga, di satu sisi Mak Nunung mempunyai niat kuat untuk mengamalkan ilmu dan melaksanakan amanah orangtua. Namun, bagaimana dengan kewajiban terhadap anak-anak. Alhamdulillah, semua berjalan dengan baik, jadwal ngajar Mak Nunung dalam sehari kurang lebih empat jam, jadi semua bisa dikondisikan.

Pondasi dasar yang diterapkan Mak Nunung dan suami dalam mendidik anak yang terpenting adalah AQIDAH. Kemudian semua aktivitas haruslah diikuti dengan qimah / nilai, baik nilai ruhiyah, insaniyah, madiyah dan juga akhlaqiyah. Mak Nunung dan suami terus berusaha menjadi orang tua yang baik karena sejatinya orang tua adalah sekolah pertama untuk anak.

Jika mengulik lebih jauh tentang talenta ibu satu ini, tiada habisnya, multi talenta. Kepiawaiannya dalam merangkai kata dan kalimat telah terbukti dengan buku berjudul “Pondok Mertua Indah”, terbitan Gramedia. Buku ini sering dijadikan acuan oleh para menantu. Kita juga bisa berkunjung ke rumah maya Mak Nunung, prinsip dan keinginan Mak Nunung dalam nge blog sama seperti saya, menghidupkan blog dan update rutin.
Dua hal simpel yang membutuhkan konsistensi tingkat dewa.

Obrolan kami pun membicarakan mengenai komunikasi dalam berkomunitas, saya ingin tahu apa tips dari Mak Nunung untuk senantiasa menjalin hubungan baik dan harmonisasi, selain selalu menjaga perasaan dan hati orang lain? Jawaban Mak Nunung tetap menjalin komunikasi dengan baik, meskipun tidak bisa dengan seluruh anggota grup, yah dengan salah satunya. Tapi tetap tidak terkesan pilih-pilih teman. Karena keterbatasan waktu memang sesekali saja Mak Nunung menyapa, hal ini sangat dimaklumi.

Impian dan harapan Mak Nunung adalah melanjutkan studi S3 dan menulis banyak buku.

Teman-teman bisa jalan-jalan di rumah maya Mak Nunung, atau jika ingin berkenalan silakan langsung ke FB.

2 comments:

  1. Ah,suka tulisannya...keren. btw, judulnya keberatan, Mak ๐Ÿ˜€. Saya belum apa2 dalam hal ngeblog dan juga sebagai seorang ibu. Masih perlu banyaj belajar. Makasih ya..tambah semangat ngeblog dan sharing insya Allah. Peluuk...

    ReplyDelete
  2. Fokus beliau itu patut ditiru biar semua yg penting2 terselesaikan, nggak banyak distraksi.

    ReplyDelete