Saturday, April 06, 2013

Rahayu



Kutapaki jalan desa yang sejuknya menyelimuti sanubariku, kuhirup dalam-dalam udara segar agar memenuhi relung paruku….hhhmmmm. Kuhentikan langkah sembari tanganku mengikat rambut yang sebagian berebut menyentuh pipiku. Sebagian lampu rumah warga masih menyala, pertanda sang empu rumah masih terlelap dalam buaian. Aku duduk, termenung di perempatan desa, tiba-tiba silau lampu motor menganggu pandanganku, ternyata Pak Karmin.

“Sepagi ini sudah mau kerja?” kata Pak Karmin. “Inggih pak”, jawabku… Lalu Pak Karmin berlalu.


Pak Karmin, tetanggaku, sama sepertiku, pagi-pagi buta pak karmin menuju kesawah. Seperti tanya yang diucapkan Pak Karmin, aku pun juga segera menuju tempat kerjaku.

Namaku rahayu, biasanya aku dipanggil ayuk, kata orang namaku sepadan dengan parasku.
Aku bekerja sebagai pembantu atau sekarang orang menyebutnya Asisten Rumah Tangga.
Aku mengabdi pada sebuah keluarga yang sampai belasan tahun menikah belum dikaruniai keturunan.
Aku memanggil majikanku, “Bapak” dan “Ibu”.
Bapak, seorang pebisnis, yang bekerjanya tidak mengenal waktu.
Ibu, seorang guru, yang mengabdikan ilmu dan jiwanya untuk dunia pendidikan di desaku.
 
Segera kulangkahkan kaki menuju rumah majikan, aku tidak ingin Ibu pontang panting sendiri mengurusi segala keperluan dapur dan bersih-bersih rumah. Kakiku tiba didepan pintu pagar, seperti biasa sebelum adzan subuh berkumandang, ibu pasti sudah bangun.


“Assalamu’alaikum, ibu ini ayuk”, kataku. “Buruan masuk yuk, Ibu sedang masak rendang, tolong dibantu mengaduk santan supaya tidak mengental dan pecah”. Rendang adalah lauk kesukaan Bapak, dalam sebulan bisa lima kali Ibu memaksanya. Segera kuberlari kedapur dan menjalankan apa yang diminta oleh Ibu. Kuselesaikan juga racikan sayur dan lauk lain yang sudah siap di dapur. Begitu urusan dapur selesai aku membersihkan seputaran rumah. Kuamati dauh-daun yang jatuh……………


# bersambung #